Dan aku sendiri sebagai alumni SMA Taman Siswa Binjai Sumatera Utara, merasa bangga bisa bersekolah di sekolah yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara. Dan kami selalu menyebutnya sebagai kakek kami, haha, dan bangga sekali rasanya.
Berbicara soal pendidikan, rasanya masih banyak potret kelam tentang pendidikan di negeri ini. Masih banyak anak-anak yang putus sekolah atau tidak sekolah karena faktor ekonomi atau faktor-faktor lainnya. Walau sudah ada dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) tapi nyatanya belum begitu efektif dalam membantu masalah pendidikan Indonesia. Karena walau sekolah katanya geratis. Tapi nyatanya masih banyak juga sekolah yang menuntut iuran ini itu yang memberatkan siswa. Belum lagi banyak sekolah yang mengalami rusak berat dan fasilitas yang sangat minim. Walau banayk bantuan dari pemerintah, tapi tetap banyak kita jumpai sekolah-sekolah yang hampir rubuh. Begitu juga lokasi sekolah yang sangat jauh di desa-desa terpencil bahkan kekurangan tenaga pengajar/guru. Dan juga banyaknya terjadi kecurangan/korupsi untuk dana pendidikan.
Potret kelam lainnya dilihat dari banyaknya kelakuan siswa yang tidak bermoral. Seperti tauran, benjudi, narkoba, bullying/kekerasaan yang dilakukan siswa terhadap siswa lainnya, melakukan seks bebas bahkan ada yang menjadi pekerja seks padahal mereka masih sekolah. Ditambah lagi banyak juga guru atau pekerja dilingkungan sekolah yang melakukan pelecehan seksual terhadap siswa.
Tapi dibalik hal-hal negatif itu, masih banyak hal-hal positif dan harapan cerah didunia pendidikan kita. Seperti prestasi-prestasi yang diraih baik didalam dan luar negeri, penemuan dan inovasi baru yang diraih oleh siswa dan masih banyak lagi perkembangan dan kebaikan yang diraih dalam dunia pendidikan.
Oleh karena itu, mari bersama-sama kita sebagai warga negara dan pemerintah, juga para guru, pekerja dibidang pendidikan dan juga siswa, bahu-membahu saling mendukung dan membantu untuk memajukan dunia pendidikan Indonesia. Agar bisa lebih baik lagi, lebih berpresatasi untuk memajukan masa depan bangsa.
Berikut ini aku lampirkan sejarah singkat mengenai Hari Pendidikan Nasional dan Ki Hajar Dewantara. Yang aku kutip dari wikipedia dan beberapa situs dan blog lainnya.
Sejarah Hari Pendidikan Nasional
Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya Indonesia selama era kolonialisme Belanda, ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda, dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia. Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, tut wuri handayani ("di belakang memberi dorongan"), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia wafat pada tanggal 26 April 1959. Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Perayaan
Meskipun bukan hari libur nasional, Hari Pendidikan Nasional dirayakan secara luas di Indonesia. Perayaannya biasanya ditandai dengan pelaksanaan upacara bendera di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, dari tingkat kecamatan hingga pusat, disertai dengan penyampaian pidato bertema pendidikan oleh pejabat terkait.Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara | |
---|---|
Ki Hadjar Dewantara | |
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia ke-1 | |
Masa jabatan 2 September 1945 – 14 November 1945 |
|
Presiden | Soekarno |
Didahului oleh | Tidak ada, jabatan baru |
Digantikan oleh | Todung Sutan Gunung Mulia |
Informasi pribadi | |
Lahir | 2 Mei 1889 Yogyakarta, masa Hindia Belanda |
Meninggal | 26 April 1959 (umur 69) Yogyakarta, Indonesia |
Agama | Islam |
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
Masa muda dan awal karier
Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Kadipaten Pakualaman, putra dari GPH Soerjaningrat, dan cucu dari Pakualam III. Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.Aktivitas pergerakan
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij, Soewardi diajaknya pula.
Als ik een Nederlander was
Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.- "Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".
Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun demikian kedua rekannya, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.
Dalam pengasingan
Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia).Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Taman Siswa
Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922: Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.
Pengabdian pada masa Indonesia merdeka
Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.
- Potret di Mimbar Umum 18 Oktober 1949
Tidak ada komentar:
Posting Komentar