Sebagai umat Islam, kita harus benar-benar bisa menjaga keimanan kita. Dengan beribadah, mendekatkan diri pada Allah dan selalu mengingat Allah, dan selalu melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.
Banyak sekali hal-hal yang dilarang Allah karena menyebabkan dosa dan setiap hal yang menyebabkan dosa pasti tidak baik untuk kita. Namun sayangnya, banyak diantara kita yang tetap melanggar perintah Allah. Dan menganggap sepele apalagi terhadap hal-hal kecil.
Salah satu hal terlarang yang dianggap sepele adalah mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani/kristen. Jelas sekali hal itu terlarang, sudah banyak dali-dalil shahih dari para ulama dan memang Rasulullah juga tidak pernah melakukan hal itu dan melarangnya. Karena hal itu sama saja seperti kita mengikuti ajaran mereka, menyerupai dan meridhai mereka. Rasulullah telah bersabda, "barang siapa mengikuti suatu kaum, maka ia tidak termasuk dalam kaum ku"
Toleransi, kata itu yang menjadi alasan utama. Padahal, toleransi itu tidak harus dengan memberi ucapan semata. Tapi lebih dari itu, cukup dengan tidak menggangu acara ibadah mereka, sudah menjadi toleransi beragama yang baik. Dan banyak hal lain ang bisa dilakukan dalam rangka toleransi. Karena umat islam boleh bekerja sama dengan non muslim selama untuk urusan dunia dan tidak untuk urusan ibadah. Dan mengucapkan selamat natal termasuk urusan ibadah, dan kita diharamkan untuk melakukannya.
Memang banyak perbedaan pendapat dalam hal ini. Ada ulama modern dengan berbagai dalil dan alasan, membolehkan mengucapkan natal. Tapi sebagi muslim yang baik, sudah seharusnya kita ikuti apa kata Al-Qur'an dan Sunnah, sabda Rasulullah, dan para ulama khususnya ulama terdahulu, yang memang benar-benar mengkaji dan mengikuti Al-Qur'an dan Sunnah.
Berikut pembahsan tentang Larangan mengucapkan selamat natal. Yang aku ambil dari beberapa situs Islam, dari seumber ustadz dan ulama yang terpercaya.
- Hukum Mengucapkan Selamat Natal
Assalamu’alaikum Pa Ustadz
Saya ingin bertanya bagaimana
hukumnya dalam Islam mengucapkan selamat natal. Apakah haram hukumnya?
Bagaimana bila alasannya ingin menjaga hubungan baik dgn teman-teman ataupun
relasi? Terima kasih untuk jawabannya.
Pertanyaan kedua, bagaimana hukumnya
seorang pegawai supermarket yang diminta atasan untuk mengenakan topi
sinterklaus dalam rangka memeriahkan natal.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Waalaikumussalam Wr Wb
Perbedaan Pendapat tentang Mengucapkan
Selamat Natal
Diantara tema yang mengandung
perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama
kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang
mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar
kepada sejumlah dalil.
Meskipun pengucapan selamat hari
natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah namun ia memiliki hukum
fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci
terhadap berbagai nash-nash syar’i.
Ada dua pendapat didalam
permasalahan ini :
1.
Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz,
Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti
Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat
Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari
syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap
hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah
tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.
Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh :
1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
Mereka juga berpendapat wajib
menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai
perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk
menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai
perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka
serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah
mereka.
2. Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat
Hari Natal.
Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt :Artinya :
Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt :Artinya :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang Berlaku adil.”
(QS. Al-Mumtahanah: 8)
Terlebih lagi jika mereka
mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah swt :
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ
فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ حَسِيبًا ﴿٨٦﴾
Artinya :# “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya
Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)
Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan
termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin khususnya dalam keadaan
dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan berbagai
dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : Tidak dilarang
bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini,
baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol
mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip Islam seperti salib. Sesungguhnya Islam menafikan fikroh
salib, firman-Nya :
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا
الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ
وَلَكِن شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ
مَا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلاَّ اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا
﴿١٥٧﴾
Artinya : “Padahal mereka tidak
membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah)
orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 157)
Kalimat-kalimat yang digunakan dalam
pemberian selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas agama
mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat yang digunakan adalah kalimat
pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.
Tidak dilarang untuk menerima
berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya Nabi saw telah menerima
berbagai hadiah dari non muslim seperti al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir
dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang
diharamkan oleh kaum muslimin seperti khomer, daging babi dan lainnya.
Diantara para ulama yang membolehkan
adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al
Qur’an di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di
Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho.
(www.islamonline.net)
Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia)
pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar
ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits
Nabi saw sebagai berikut :
A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan
untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam
masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.
B) Bahwa ummat Islam tidak boleh
mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.
C) Bahwa ummat Islam harus mengakui
ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka
kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan
bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu
anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
E) Bahwa Allah pada hari kiamat
nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar
mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.
F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT
itu hanya satu.
G) Islam mengajarkan ummatnya untuk
menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta
untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.
Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih
”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :
- Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya
merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat
dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
- Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam
hukumnya haram.
- Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan
larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti
kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Mengucapkan Selamat Hari Natal Haram
kecuali Darurat
Diantara dalil yang digunakan para
ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah swt :
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ
الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ
أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
﴿٨﴾
Artinya : “Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al
Mumtahanah : 8)
Ayat ini merupakan rukhshoh
(keringanan) dari Allah swt untuk membina hubungan dengan orang-orang yang
tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid mengatakan
bahwa hal itu adalah pada awal-awal islam yaitu untuk menghindar dan
meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).
Qatadhah mengatakan bahwa ayat ini
dihapus dengan firman Allah swt :
….فَاقْتُلُواْ
الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ ﴿٥﴾
Artinya : “Maka bunuhlah
orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka.” (QS. At Taubah :
5)
Adapula yang menyebutkan bahwa hukum
ini dikarenakan satu sebab yaitu perdamaian. Ketika perdamaian hilang dengan
futuh Mekah maka hukum didalam ayat ini di-mansukh (dihapus) dan yang tinggal
hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini khusus
untuk para sekutu Nabi saw dan orang-orang yang terikat perjanjian dengan Nabi
saw dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.
Al Kalibi mengatakan bahwa mereka
adalah Khuza’ah, Banil Harits bin Abdi Manaf, demikian pula dikatakan oleh Abu
Sholeh. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah.
Mujahid mengatakan bahwa ayat ini
dikhususkan terhadap orang-orang beriman yang tidak berhijrah. Ada pula yang
mengatakan bahwa yang dimaksud didalam ayat ini adalah kaum wanita dan
anak-anak dikarenakan mereka tidak ikut memerangi, maka Allah swt mengizinkan
untuk berbuat baik kepada mereka, demikianlah disebutkan oleh sebagian ahli
tafsir… (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz IX hal 311)
Dari pemaparan yang dsebutkan Imam
Qurthubi diatas maka ayat ini tidak bisa diperlakukan secara umum tetapi
dikhususkan untuk orang-orang yang terikat perjanjian dengan Rasulullah saw
selama mereka tidak memutuskannya (ahli dzimmah).
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban
kafir dzimmi adalah sama persis dengan kaum muslimin di suatu negara islam.
Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari pemerintahan islam sehingga
setiap kali mereka melakukan tindakan kriminal, kejahatan atau melanggar
perjanjian maka langsung mendapatkan sangsi dari pemerintah.
Didalam sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Janganlah
kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian
bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah jalannya.”
(HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan sempitkan jalan
mereka adalah jangan biarkan seorang dzimmi berada ditengah jalan akan tetapi
jadikan dia agar berada ditempat yang paling sempit apabila kaum muslimin ikut
berjalan bersamanya. Namun apabila jalan itu tidak ramai maka tidak ada
halangan baginya. Mereka mengatakan : “Akan tetapi penyempitan di sini
jangan sampai menyebabkan orang itu terdorong ke jurang, terbentur dinding atau
yang sejenisnya.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XIV hal 211)
Hadits “menyempitkan jalan” itu
menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa menjaga izzahnya dihadapan
orang-orang non muslim tanpa pernah mau merendahkannya apalagi direndahkan.
Namun demikian dalam menampilkan izzah tersebut janganlah sampai menzhalimi
mereka sehingga mereka jatuh ke jurang atau terbentur dinding karena jika ini
terjadi maka ia akan mendapatkan sangsi.
Disebutkan didalam sejarah bahwa
Umar bin Khottob pernah mengadili Gubernur Mesir Amr bin Ash karena perlakuan
anaknya yang memukul seorang Nasrani Qibti dalam suatu permainan. Hakim Syuraih
pernah memenangkan seorang Yahudi terhadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib
dalam kasus beju besinya.
Sedangkan pada zaman ini,
orang-orang non muslim tidaklah berada dibawah suatu pemerintahan islam yang
terus mengawasinya dan bisa memberikan sangsi tegas ketika mereka melakukan
pelanggaran kemanusiaan, pelecehan maupun tindakan kriminal terhadap seseorang
muslim ataupun umat islam.
Keadaan justru sebaliknya,
orang-orang non muslim tampak mendominanasi di berbagai aspek kehidupan manusia
baik pilitik, ekonomi, budaya maupun militer. Tidak jarang dikarenakan dominasi
ini, mereka melakukan berbagai penghinaan atau pelecehan terhadap simbol-simbol
islam sementara si pelakunya tidak pernah mendapatkan sangsi yang tegas dari
pemerintahan setempat, terutama di daerah-daerah atau negara-negara yang
minoritas kaum muslimin.
Bukan berarti dalam kondisi dimana
orang-orang non muslim begitu dominan kemudian kaum muslimin harus kehilangan
izzahnya dan larut bersama mereka, mengikuti atau mengakui ajaran-ajaran agama
mereka. Seorang muslim harus tetap bisa mempertahankan ciri khas keislamannya
dihadapan berbagai ciri khas yang bukan islam didalam kondisi bagaimanapun.
Tentunya diantara mereka—orang-orang
non muslim—ada yang berbuat baik kepada kaum muslimin dan tidak menyakitinya
maka terhadap mereka setiap muslim diharuskan membalasnya dengan perbuatan baik
pula.
Al Qur’an maupun Sunah banyak
menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada semua orang
baik terhadap sesama muslim maupun non muslim, diantaranya : surat al
Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah saw,”Sayangilah orang yang ada di
bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Thabrani) Juga sabdanya
saw,”Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka aku akan menjadi lawannya
di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Perbuatan baik kepada mereka bukan
berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) karena
batasan didalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan oleh Allah swt
:
لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
Artinya : “Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun : 6)
Hari Natal adalah bagian dari
prinsip-prinsip agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di hari inilah Yesus
Kristus dilahirkan. Didalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas, Christ
berarti Kristus sedangkan Mass berarti masa atau kumpulan jadi bahwa pada hari
itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Dan
Kristus menurut keyakinan mereka adalah Allah yang mejelma.
Berbuat kebaikan kepada mereka dalam
hal ini adalah bukan dengan ikut memberikan selamat Hari Natal dikarenakan
alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam merayakannya
(aspek sosial).
Pemberian ucapan selamat Natal baik
dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah
memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip
agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya,
إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ
غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ
لَكُمْ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ
فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ ﴿٧﴾
Artinya : “Jika kamu kafir Maka
Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran
bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu
kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)
Jadi pemberian ucapan Selamat Hari
Natal kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah kerabat, teman dekat, tetangga,
teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram hukumnya, sebagaimana
pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibn Baaz dan lainnya)
dan juga fatwa MUI.
Namun demikian setiap muslim yang
berada diantara lingkungan mayoritas orang-orang Nasrani, seperti muslim yang
tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang Nasrani, pegawai yang bekerja
dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang pebisnis muslim
yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau kaum muslimin yang berada
di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka boleh memberikan ucapan
selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani yang ada di sekitarnya tersebut
disebabkan keterpaksaan. Ucapan selamat yang keluar darinya pun harus tidak
dibarengi dengan keredhoan didalam hatinya serta diharuskan baginya untuk
beristighfar dan bertaubat.
Diantara kondisi terpaksa misalnya;
jika seorang pegawai muslim tidak mengucapkan Selamat Hari Natal kepada boss
atau atasannya maka ia akan dipecat, karirnya dihambat, dikurangi hak-haknya.
Atau seorang siswa muslim apabila tidak memberikan ucapan Selamat Natal kepada
Gurunya maka kemungkinan ia akan ditekan nilainya, diperlakukan tidak adil,
dikurangi hak-haknya. Atau seorang muslim yang tinggal di suatu daerah atau
negara non muslim apabila tidak memberikan Selamat Hari Natal kepada para
tetangga Nasrani di sekitarnya akan mendapatkan tekanan sosial dan lain
sebagainya.
مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ
إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَكِن مَّن
شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ
عَظِيمٌ ﴿١٠٦﴾
Artinya : “Barangsiapa yang kafir
kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang
yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak
berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka
kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An Nahl : 106)
Adapun apabila keadaan atau kondisi
sekitarnya tidaklah memaksa atau mendesaknya dan tidak ada pengaruh sama sekali
terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan orang-orang Nasrani
sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak diperbolehkan baginya
mengucapkan Selamat Hari Natal kepada mereka.
- Hukum Mengenakan Topi Sinterklas
Sebagai seorang muslim sudah
seharusnya bangga terhadap agamanya yang diimplementasikan dengan berpenampilan
yang mencirikan keislamannya. Allah swt telah menetapkan berbagai ciri khas
seorang muslim yang membedakannya dari orang-orang non muslim.
Dari sisi bisnis dan muamalah, islam
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang merupakan warisan orang-orang
jahiliyah. Dari sisi busana, islam memerintahkan umatnya untuk menggunakan
busana yang menutup auratnya kecuali terhadap orang-orang yang diperbolehkan
melihatnya dari kalangan anggota keluarganya. Dari sisi penampilan, islam
meminta kepada seorang muslim untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis.
Islam meminta setiap umatnya untuk
bisa membedakan penampilannya dari orang-orang non muslim, sebagaimana sabda
Rasulullah saw,”Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah
jenggot dan cukurlah kumis.” (Muttafaq Alaih)
Islam melarang umatnya untuk
meniru-niru berbagai prilaku yang menjadi bagian ritual keagamaan tertentu
diluar islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka
seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka.
Terkadang seorang muslim juga
mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal
dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang
datang atau yang lainnya.
Sinterklas sendiri berasal dari
Holland yang dibawa ke negeri kita. Dan diantara keyakinan orang-orang Nasrani
adalah bahwa ia sebenarnya adalah seorang uskup gereja katolik yang pada usia
18 tahun sudah diangkat sebagai pastor. Ia memiliki sikap belas kasihan,
membela umat dan fakir miskin. Bahkah didalam legenda mereka disebutkan bahwa
ia adalah wakil Tuhan dikarenakan bisa menghidupkan orang yang sudah mati.
Sinterklas yang ada sekarang dalam
hal pakaian maupun postur tubuhnya, dengan mengenakan topi tidur, baju berwarna
merah tanpa jubah dan bertubuh gendut serta selalu tertawa adalah berasal dari
Amerika yang berbeda dengan aslinya yang berasal dari Turki yang selalu
mengenakan jubah, tidak mesti berbaju merah, tidak gendut dan jarang tertawa.
(disarikan dari sumber : http://h-k-b-p.blogspot.com)
Namun demikian topi tidur dengan
pakaian merah yang biasa dikenakan sinterklas ini sudah menjadi ciri khas
orang-orang Nasrani yang hanya ada pada saat perayaan Hari Natal sehingga
dilarang bagi setiap muslim mengenakannya dikarenakan termasuk didalam
meniru-niru suatu kaum diluar islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Siapa
yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.” (Muttafaq Alaih)
Tidak jarang diawali dari sekedar
meniru berubah menjadi penerinaan dan akhirnya menjadi pengakuan sehingga bukan
tidak mungkin bagi kaum muslimin yang tidak memiliki dasar keimanan yang kuat
kepada Allah ia akan terseret lebih jauh lagi dari sekedar pengakuan namun bisa
menjadikannya berpindah agama (murtad)
Akan tetapi jika memang seseorang
muslim berada dalam kondisi terdesak dan berbagai upaya untuk menghindar
darinya tidak berhasil maka ia diperbolehkan mengenakannya dikarenakan darurat
atau terpaksa dengan hati yang tidak redho, beristighfar dan bertaubat kepada
Allah swt, seperti : seorang karyawan supermarket miliki seorang Nasrani,
seorang resepsionis suatu perusahaan asing, para penjaga counter di perusahaan
non muslim untuk yang diharuskan mengenakan topi sinterklas dalam menyambut
para tamunya dengan ancaman apabila ia menolaknya maka akan dipecat.
Wallahu A’lam
Ustadz Sigit Pranowo Lc
- Bolehkah Seorang Muslim Mengucapkan ‘Selamat Natal’?
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, wa shalaatu wa salaamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca : cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.
Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan. Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini.
Mereka berusaha mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka, mereka akan tolak mentah-mentah. Ya Allah, tunjukilah kami kepada kebenaran dari berbagai jalan yang diperselisihkan –dengan izin-Mu-
Semoga dengan berbagai fatwa dari ulama yang mumpuni ini, kita mendapat titik terang mengenai permasalahan ini.
- Fatwa Pertama – Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama
Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.
Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”
Beliau rahimahullah menjawab :
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca : ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.
Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat.
Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar [39] : 7)
Allah Ta’ala juga berfirman,
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah [5] : 3)
- Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?
Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk.
Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron [3] : 85)
- Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?
Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.
- Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?
Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ‘santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَ تَشَبَّ بِقَىِوٍ فَهُىَ يِ هُُِىِ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari
mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan
bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim mengatakan,
“Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam-
Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.
Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.
Fatwa Kedua – Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat Natal pada Mereka
Masih dari fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah dari Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/29-30, no. 405.
Syaikh rahimahullah ditanya : Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan?
Beliau rahimahullah menjawab :
Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تَبِذَءُوا انْيَهُىدَ وَلاَ ان صََُّارَي بِانسَّلاَوِ
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan
selamat).” (HR. Muslim no. 2167)Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena dulu ketika kecil, Yahudi tersebut pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam.
Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk
menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu.
- Fatwa Ketiga - Merayakan Natal Bersama
Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) no. 8848.
Pertanyaan : Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?
Jawab :
Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa.
Padahal Allah berfirman,
وَتَعَاوَ ىَُا عَهَ انْبِرِّ وَانتَّقْىَي وَنَا تَعَاوَ ىَُا عَهَ
انْئِثْىِ وَانْعُذِوَاٌِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah [5]
: 2)Semoga Allah memberi taufik pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikut dan sahabatnya.
Ketua Al Lajnah Ad Da’imah : Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Saatnya Menarik Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan :
Pertama, Kita –kaum muslimin- diharamkan menghadiri perayaan orang kafir termasuk di dalamnya adalah perayaan Natal. Bahkan mengenai hal ini telah dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1981.
Kedua, Kaum muslimin juga diharamkan mengucapkan ‘selamat natal’ kepada orang Nashrani dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim.
Jadi, cukup ijma’ kaum muslimin ini sebagai dalil terlarangnya hal ini. Yang menyelisihi ijma’ ini akan mendapat ancaman yang keras sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَيَ يُشَاقِقِ انرَّسُىلَ يِ بَعِذِ يَا تَبَيَّ نَ انْهُذَي
وَيَتَّبِعِ غَيِرَ سَبِيمِ انْ ؤًُِيِ يُِنَ ىَُنِّ يَا تَىَنَّ وَ صَُِهِ جَهَ
ىََُّ وَسَاءَتِ
يَصِيرّا
“Dan barangsiapa yang menentang
Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.”(QS. An Nisa’ [4] : 115). Jalan orang-orang
mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.Oleh karena itu, yang mengatakan bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak melarang mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir, maka ini pendapat yang keliru. Karena ijma’ kaum muslimin menunjukkan terlarangnya hal ini. Dan ijma’ adalah sumber hukum Islam, sama dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Ijma’ juga wajib diikuti sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa ayat 115 di atas karena adanya ancaman kesesatan jika menyelisihinya.
Ketiga, jika diberi ucapan selamat natal, tidak perlu kita jawab (balas) karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.
Keempat, tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir untuk mengucapkan selamat hari raya.
Kelima, membantu orang Nashrani dalam merayakan Natal juga tidak diperbolehkan karena ini termasuk tolong menolong dalam berbuat dosa.
Keenam, diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan dalam rangka mengikuti orang kafir pada hari tersebut.
Demikianlah beberapa fatwa ulama mengenai hal ini. Semoga kaum muslimin diberi taufiko oleh Allah untuk menghindari hal-hal yang terlarang ini. Semoga Allah selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus dan menghindarkan kita dari berbagai penyimpangan. Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘alihi wa shohbihi wa sallam.
Bagaimana hukum mengucapkan selamat natal pada rekan atau teman yang beragama Nashrani? Apakah boleh seorang muslim mengucapkan selamat natal?
- Muslim: Aku Tidak Mau Mengucapkan Selamat Natal, Itu Prinsipku
Ada diskusi menarik sebagai ilustrasi bahwa mengucapkan selamat natal tidaklah pantas bagi seorang muslim walau hanya sekedar kata-kata di lisan.
(Muslimah = Muslim, Natali = Nashrani)
Natali : Mengapa engkau tidak mengucapkan selamat natal padaku?
Muslimah : Ooh maaf, untuk yang satu ini aku tidak bisa. Agama kami mengajarkan berbuat baik terhadap sesama termasuk pada non muslim. Namun jika ada sangkut paut dengan urusan agama, maka prinsip kami, “Lakum diinukum wa liyadiin“, bagi kalian agama kalian, bagi kami agama kami. Monggo kalian berhari raya, kami tidak mau turut campur. Demikian toleransi antar beragama dalam agama kami.
Natali : Kenapa tidak mau ucapkan selamat? Bukankah itu hanya sekedar kata-kata? Teman muslimku yang lain mengucapkannya padaku.
Muslimah : Mungkin mereka belum tahu kalau itu tidak boleh. Natali, coba seandainya saya suruh kamu mengucapkan “dua kalimat syahadat”, asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah, engkau mau?
Natali : Oh tidak, saya tidak bisa mengucapkannya. Itu akan mengganggu kepercayaan saya.
Muslimah : Kenapa gak mau? Bukankah itu hanya sekedar kata-kata? Ayo, ucapkanlah. Sekali saja.
Natali : Baik, sekarang, saya mengerti.
Inilah logika yang sederhana namun cerdas cukup menggambarkan kepada kita bagaimana seharusnya hubungan antara kedua umat yang berbeda keyakinan. Sementara hari ini banyak orang yang dianggap “tokoh” masyarakat level nasional/lokal dari kalangan muslim tampil sok humanis, pluralis, wisdom, menjadi pahlawan, pemimpin hebat kemudian mengucapkan “selamat natal” kepada umat Nashrani tanpa disadari hal tersebut telah merusak akidah dirinya dan umat Islam. Tentu ini menabrak tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Sosok muslim yang kehilangan jati diri, “muslim KTP” yang eksis terlepas dari pakem dan manhaj hidup yang digariskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “selamat” artinya terhindar dari bencana, aman sentosa; sejahtera tidak kurang suatu apa; sehat; tidak mendapat gangguan, kerusakan dsb; beruntung; tercapai maksudnya; tidak gagal. Dengan begitu ucapan selamat artinya adalah doa (ucapan, pernyataan, dsb) yang mengandung harapan supaya sejahtera, tidak kurang suatu apa pun, beruntung, tercapai maksudnya, dsb.
Adapun natal adalah sebuah perayaan kelahiran Yesus Kristus (Nabi Isa Al Masih ‘alaihis salam) yang dalam pandangan umat Nashrani saat ini ia adalah anak Tuhan dan Tuhan anak serta meyakini ajaran Trinitas. Lalu bagaimana bisa seorang muslim yang bertolak belakang dan jelas berbeda pemahamannya mengenai Nabi Isa mendoakan kaum Kristen keselamatan atas apa yang mereka pahami tadi? Padahal dengan sangat jelas Allah menyatakan mereka sebagai orang kafir,
لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ
الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ
ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (72) لَقَدْ كَفَرَ
الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا
إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (73) أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ
وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (74) مَا الْمَسِيحُ ابْنُ
مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ
صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ
الْآَيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (75)
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya
Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai
Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:
“Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada
Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang
mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa
siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan
memohon ampun kepada-Nya?. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al
Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu
sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya
biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka
(ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana
mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). ” (QS. Al Maidah:
72-75).Jadi, sekiranya ada umat muslim yang berkata, “Selamat Hari Natal” berarti dia menganggap, bahwa Yesus itu memang pernah lahir pada tanggal 25 Desember, sebagai anak Tuhan. Dan jelaslah hal ini haram. Karena telah merusak akidah Islamnya.
- Alasan Enggan Mengucapkan Selamat Natal
1- Natal bukan perayaan umat Islam
Hari besar Islam hanyalah dua yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Perayaan natal, kelahiran Isa -menurut Nashrani- bukan perayaan umat Islam. Dan Islam tidak pernah menjadikan hari lahir nabi sebagai hari besar.
Anas bin Malik mengatakan,
كَانَ
لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا
فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ
كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا
خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan
Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian
memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah
menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan
Idul Adha.’” (HR. An Nasa’i no. 1557. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa
sanad hadits ini shahih. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).2- Sejarah natal yang sebenarnya berasal dari ritual penyembahan berhala
Perintah untuk menyelenggarakan peringatan Natal tidak ada dalam Bibel dan Yesus tidak pernah memberikan contoh ataupun memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya.
Perayaan Natal baru masuk dalam ajaran Kristen katolik pada abad ke-4 M. Dan peringatan inipun berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Di mana kita ketahui bahwa abad ke-1 sampai abad ke-4 M dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis politheisme.Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katolik, mereka tidak mampu meninggalkan adat/ budaya pangannya, apalagi terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun=matahari: day=hari) yaitu kelahiran Dewa Matahari tanggal 25 Desember.
Selengkapnya baca di RemajaIslam.Com.
Jika natal berasal dari ritual penyembahan berhala, apakah pantas seorang muslim yang memiliki prinsip tauhid menyetujui perayaan tersebut dengan ucapkan selamat?
3- Mengucapkan selamat natal termasuk loyal pada orang kafir.
Islam memiliki prinsip wala dan baro’, yaitu loyal pada orang muslim dan tidak mendukung orang kafir. Termasuk bentuk dukungan dan loyal pada orang kafir adalah mengucapkan selamat natal. Inilah yang dikatakan oleh para ulama.
Larangan loyal pada orang kafir menjadi prinsip Nabi Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam ayat,
قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ
قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَاء مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ
اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ
وَالْبَغْضَاء أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:
“Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu
sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan
kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada
Allah saja.” (QS. Al Mumtahanah: 4)Bahkan Ibnu Hazm telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa loyal (wala’) pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. (Al Muhalla, 11: 138).
4- Mengucapkan selamat natal haram berdasarkan ijma’ atau kata sepakat ulama.
Ibnul Qayyim berkata, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” (Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 441)
5- Muslim diperintahkan menjauhi perayaan non muslim, bukan malah memeriahkan dan mengucapkan selamat.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqoha dalam kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
لا
تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم
“Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat
perayaan mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.”Umar berkata,
اجتنبوا
أعداء الله في أعيادهم
“Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.”Demikian apa yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 723-724.
6- Tidak boleh mendahulukan mengucapkan salam pada non muslim.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ
تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan
selamat).” (HR. Muslim no. 2167). Mengucapkan selamat natal itu sama halnya
dengan mengucapkan salam. Karena salam itu berarti mendoakan selamat. Hadits
ini sudah secara jelas melarang mengucapkan selamat natal pada Nashrani.Demikian penjelasan dari Rumaysho.Com, moga semakin memantapkan akidah kita sebagai seorang muslim.
Hanya Allah yang memberi taufik
dan hidayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar