Selasa, 08 Desember 2015

Bukit Lawang


Pada tanggal 4 Januari 2014, hampir 2 tahun yang lalu. Aku bersama keluarga pergi liburan, ya bisa dibilang liburan tahun baru lah. Kami pergi berlibur ke tempat wisata Bukit Lawang yang merupakan penangkaran orang utan, salah satu hewan langka yang dilindungi. Dan memang habitat aslinya hanya di Bukit Lawang, Sumatera Utara dan Kalimantan.

Kami berangkat dari rumah sekitar jam 6 pagi. Cuaca agak kurang bersahabat, karena mendung dan gerimis. Kami sedikit resah, karena takut hujan deras dan kami tidak bisa mandi-mandi dan jaaln-jalan disana. Apalagi ditahun 2003 di bukit lawang pernah terjadi banjir bandang yang menelan banyak korban. Sehingga bila hari hujan pastilah kita takut tejadi banjir bandang.
Perjalanan memakan waktu kurang lebih 4 jam dengan kilometer sekitar 160an Km. Perjalanan yang jauh sedikit membuat jenuh dan bokong terasa panas karena duduk terus, hehe. Apalagi banyak jalan yang rusak terutama didaerah perkampungan dan semakin dekat dengan tempat tujuan.

Dan saat sampai ke kawasan, kami pun dimintai uang masuk, karena kami naik mobil (mobil sewaan hehe) jadi hitungannya sedikit lebih murah dari pada perorangan. Kemudian saat tiba ditempat, maka kami kembali dimintai uang parkir.
Kami pun segera turun dari mobil, hatipun senang dan ingin cepat-cepat mandi di sungai yang jernih dan sejuk. Kami pun berjalan mencari tempat strategis untuk bersantai. Naik turun tangga, lihat kanan kiri dan tak lupa bernarsis ria, kamera beraksi, haha.
  • Aku dan Bapak ku narsis dijembatan, padahal ga lewat jembatan cuma numpang photo doang, haha

  •  Beberapa penginapan yang ada di Bukit Lawang

  •  Pondok-Pondok Untuk Santai Dilihat Dari Atas

 
  • Judi. Bahkan ditempat wisata sekalipun masih banyak yang bermain judi. Judi tebak angka, biasanya angka dadu.
  • Naik tangga dan tetap photo-photo

Sampai lah kami ke pondok didepan sungai. Dan kami pun sedikit bingung memilih pondok mana yang pas untuk bersantai. Tapi karena sudah lelah dan lapar, jadi kami tidak berlama-lama memilih. Tanya harga dan sedikit nego/tawar-menawar, maka terpilih lah pondoknya dengan harga100ribuan. Pondoknya cukup besar dan sudah lengkap dengan tikarnya, dan pastinya bisa memuat seluruh keluarga ku yang cukup ramai, haha.

Dan saatnya bersantai melepas lelah kemudian makan melepas lapar. Tapi tetap, photo-photonya jangan lupa, sebagai kenang-kenangan.

Selesai makan, anak-anak pada mandi sungai. Tapi kami orang dewasanya belum mau mandi, tapi masih pengen nyantai dan menikmati pemandangan sekalian narsis lagi, haha. 
Karena rencanya kami ingin naik gunung (sebenarnya bukan naik gunung beneran, hanya sedikit mendaki kaki gunung leuser) untuk melihat orang utan yang ada disana. Dulu sebelum terjadi banjir bandang, orang utan dan berbagai spesies monyet lainnya ditempatkan dibawah sini sekitar sungai didalam kandang, sehingga para pengunjung bisa melihat. Tapi saat banjir terjadi, banyak orang utan dan monyet lainnya mati karena terbawa arus banjir dan mati dalam kandang karena terkurung dan tidak bisa menyelamatkan diri. Sejak itu, orang utan dilepaskan dialam bebas namun tetap diberi makan oleh petugas. Dan saat jam makan itulah kita bisa melihat orang utan. Mereka diberi makan 2 kali sehari sekitar jam 9-10 pagi dan jam 3-4 sore. Selebihnya mereka mencari makan sendiri dihutan.
Jadi menunggu waktu, kami habiskan untuk beristirahat sambil photo-photo lagi.
  • Keluarga Ku ( Mamak, Bapak, Bibi, Sepupu Dan Ponakan ) Istirahat lalu makan sambil narsis



  • Mamak Dan Bapak ku berduaan, Romantis ni yeeee :)
  • Aku, Mamak Dan Bapak ku, makan sambil narsis

  • Air sungainya deras, dan sangat cocok bagi mereka yang suka bermain ban-banan ( ban dalam bekas truk yang besar yang diikat tali untuk tempat duduk )




  • Keindahan tempat wisata jadi rusak karena sampah
  • Banyak jembatan disini, untuk penyebrangan ke tempat penginapan dan ke tempat lainnya.


  • Bapak ku narsis diatas jembatan dan aku photo dari bawah. Harus di zoom, karena jarak dari sungai ke jembatan cukup tinggi, mungkin sekitar 20an meter


  • Gaya terussss :D










  • Ayo-ayo... siapa yang mau menyewa ban


  • Sepupu, Bibi Dan Ponakan ku pada narsis semua










  • Keceriaan bocah-bocah









Kata pemandu wisatanya, sekitar jam 1-2 kami harus berkumpul dipinggir sungai tempat penyebrangan menuju kaki gunung leusur tempat orang utan diberi makan. Memang menuju kesana harus menyebrangi sungai dulu, dan kita akan menyebrang dengan menggunakan persahu karet. 
Biaya untuk melihat orang utan perorangnya sekitar 80ribu, tapi kalau perginya satu rombongan/ramai maka harganya dikurangi. berhubung kami banyak yang ikut jadi biayanya cuma sekitar 40ribuan. 
Jadi kami segera berangkat menuju kesana. Memang ada beberapa orang ponakan dan seorang bibi juga sepupu ku yang tidak ikut. Jadi mereka tetap tinggal dipondok dan ponakan ku ngelanjutin mandi.
  • Narsis lagi sebelum nyebrang



  • Berpose di anak tangga

Jalan menuju tempat penyebrangan melewati pasar tempat penjualan aksesoris dan suvenir untuk oleh-oleh dari bukit lawang. Segala jennis suvenir ada dijual disini, mulai dari baju, tas, sepatu, sandal, patung dan ukiran, gelang, cincin, kalung, gantungan kunci, pulpen, lukisan, topeng dan masih banyak lagi, dn semuanya berbau orang utan pastinya ( bukan bau badan orang utan ya, haha, tapi maksudnya semuanya ada ciri khas orang utannya). Makanan dan minuman juga tersedia, tinggal siapkan uang yang banyak aja agar bisa menikmati semua yang kita inginkan. Dan memang semua makanan dan minuman yang dijual harganya lebih mahal dari biasanya, maklum lah tempat wisata. Kami pun tak lupa membeli oleh-oleh, sepupu dan bibi ku membeli baju. Aku membeli gantungan kunci winnie the pooh, gelang dan pulpen dari bahan bambu bertuliskan bukit lawang dan bisa ditulis dengan nama kita juga. Jadi, sambil lewat sambil belanja oleh-oleh deh.
  • Ayo belanja


Ini jembatan tempat Bapak ku tadi berphoto, dan saking tingginnya kamer harus di zoom karena aku moto dari bawah. Dan kami pun kembali berphoto disini sambil mau jalan-jalan dijembatan paling tinggi disini. Eh belum sampai ditengah, aku, mamakku dan bibiku udah balik karena pusing, mual dan ngeri saat ngeliat ke bawah. Waduh, aku langsung parno dan ngayal ga jelas. Aku bayangkan kalo ni jembatan putus, kami bakal nyemplung dan hanyut terbawa arus sungai.
Tapi bapak ku, sepupu, ponakan dan seorang bibi ku malah nyantai menikmati pemandangan dari atas jembatan. Dan mereka ga ngerasa takut, mual dan pusing sama sekali, salut dah.
Tapi tetap aja, selalu ada kesempatan buat berpose manis, haha. Dan setelah puas berphoto, kami pun melanjutkan perjalanan.






  • Pose lagi, haha
  • Hati-hati turunnya buuu...
  • Emak dan Anak gaya terus
  • Gaya ni ye pak, haha
  • Pepohonan dan Sungai yang indah






Kami pun akhirnya sampai ditempat penyebrangan, cukup jauh juga dari pondok menuju kemari. Mungkin sekitar 1 km. Namun karena jalannya nyantai, sambil belanja dan photo-photo, makanya ga terasa.

Sesampainya disana, petugas pemandu mengatakan kami harus menunggu. Karena masih ada rombongan wisatawan lainnya yang mau naik gunung juga namun mereka belum sampai. Kami pun memutuskan untuk berphoto lagi sambil melihat-lihat alam sekitar yang indah. Ternyata disini sungainya lebih lebar dan lebih indah juga bersih. Karena tidak ada orang yang mondok disini. Karena disini cuma tempat nyebrang, penginapan dan ada beberapa warung kopi. Tidak ada pondok dan orang yang mandi-mandi disini, paling ada hanya orang yang main ban dan melihat air terjun.

Dan memang air terjunnya sangat cantik. Kami pun segera berpose dan mengabadikannya. Ingin melihat dari dekat tapi tempatnya harus menyebrang dan sulit. Jadi ga bisa deh kesana. Aku melihat air terjun yang agak jauh, tapi tidak perlu menyebrang untuk meneuju kesana. Aku ingin kesana, tapi Bapak ku ga ngijinin, karena jalannya cukup curam. Aku terus memaksa, apalagi banyak orang yang terus berdatangan kesana. Bapak ku tetap ga memberi ijin, dengan alasan takut aku jatuh lah, apalagi aku kan orangnya ceroboh. Tapi aku tetap memaksa dan merengek. Akhirnya bapak ku memberi ijin dengan syarat bapakku juga harus ikut. Aku, bapak ku, sepupu, bibi dan ponakanku ikut. Mamak ku ga berani ikut, takut jatuh. Kami pun berangkat, melewati tebing atau bukit yang dipenuhi pohon besar, hanya jalan setapak yang sangat licin karena memang gerimis turun dan cukup deras. Ditambah lagi air yang menetes dari pinggir tebing dan akar pohon, menambah licin jalan itu. Jalannya benar-benar sulit, terpeleset sedikit saja maka kita akan jatuh ke dalam sungai yang airnya dalam dan sangat deras. Maka kami tidak ada yang berani memakai alas kaki. Kami saling berpegangan dan berjalan sangat pelan dan hati-hati sekali.

Dan akhirnya sampai juga ke tempat tujuan. Subhanallah, air terjunnya cantik banget. Air terjunnya memang tinggi tapi tidak langsung terjun ke bawah. Airnya mengalir melalui tebing batu yang berbelok-belok mengikuti bentuk batu. Barulah agak ke bawah airnya mulai terjun tapi seperti terpisah-pisah dan dibawahnya aliran aair yang tumpah membentuk seperti kolam kecil yang agak lebar dan bulat tapi tidak dalam, tak sampai se betis dan anak-anak juga orang dewasa banyak yang berendam didalamnya. Aliran air erjun yang jatuh ke tanah seperti kolam lalu mengalir lagi dan jatuh ke dalam sungai. Dan kami pun segera berpose dan jepreeetttt, haha. Lalu aku segera menuju air terjun dan mandi dan ini pertama kalinya dalam hidup ku mandi air terjun ( Senyum bahagia ^_^ ). Tapi aku ga bisa berlama-lama mandi air terjun, karena gerimis makin deras dan lebat. Bapakku mengajak kami segera kembali. Karena takut hujan deras dan jalan semakin licin dan susah dilewati. Dan kami pun kembali walau aku agak sedikit kecewa karena ga bisa mandi air terjun sampai puas. Tapi, setidaknya aku udah ngerasain mandi air terjun, heeemmm... senangnya :D
  • Air Terjun Yang Mempesona

 

  • Tampung Air


  • Photo lagi photo lagi :D



  • Ini dia ni air terjun yang sedikit tersembunyi, agak jauh dan sulit dijangkau dan tapi cantik
  • Jalan setapak yang sulit pun dilewati demi air terjun
  • Akhirnya sampai juga di air terjun cantik





Sudah satu jam lebih kami menunggu. Setelah puas selfi, menikmati air terjun dan pemandangan yang indah tapi tetap saja kami belum berangkat. Dan hujan yang tadinya hanya gerimis berubah menjadi deras. Kami berteduh diwarung kopi dan disana juga banyak orang-orang yang ingin menyebrang dan naik gunung untuk melihat orang utan. Wajah mereka juga terlihat cemas sama seperti kami yang cemas karena takut tidak bisa melihat orang utan. Ya, petugas pemandu wisata mengatakan, kalau mereka tidak berani membawa kami mendaki bila hujan turun. Karena takut angin kencang dan tertimpa pohon. Jalan juga licin dan takut terjadi banjir bandang. Dan kami pun kembali menunggu sambil berdoa semoga hujannya berhenti.

Setelah lama menunggu akhirnya hujanpun reda walau masih mendung. Kami pun segera menunggu ditepi sungai untuk disebrangkan. Banyak wisatawan yang antri juga ingin menyebrang, bahkan para bule/wisatan luar negeri.
Kami menyebrang menggunakan perahu karet. Karena airnya sangat deras, maka untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan maka perahu itu diikat tali. Seorang petugas memegang tali dan diseberang sana juga ada seorang petugas yang memegang tali. Mereka menarik tali seperti petugas upacara menarik tali bendera dan juga mirip seperti orang menarik tali timba disumur, hehe. Di tengah sungai yang deras juga ada petugas yang membantu mendorong perahu agar cepat sampai dan tidak hanyut karena tekanan arus sungai yang sangat deras.
Bapakku dan saudara ku yang lainnya lebih dulu menyebrang. Tidak bisa terlalu banyak penumpang karena perahunya bisa terbalik dan tenggelam. Kemudian aku, mamakku dan saudara ku yang lainnya dan beberapa wisatawan lain juga menyebrang. Awalnya aku sangat takut dan berpikir yang aneh-aneh. Aku bayangkan kalau perahu itu terbalik lalu kami hanyut dan tenggelam. Banyak lagi pikiran aneh lainnya dan aku pun terus berdoa. Tapi setelah naik diatas perahu dan perahu pun menyeberang, aku justru merasa nyaman dan senang dan rasanya sangat seru terkena gelombang arus yang deras.


  • Sampai Disebrang


Sesampainya disebrang kami tidak langsung mendaki. Kami melihat-lihat pemandangan sekitar dan istirahat sejenak di posko yang juga berisi pusat informasi tentang orang utan dan Taman Nasional Gunung Leuser.
Dan aku pun segera mendatangi air terjun yang sejak awal sudah aku lihat tapi belum aku datangi karena letaknya memang disebrang sungai. Dan setelah kami menyebrang baru lah kami bisa melihat dari dekat tapi ga bisa mandi. Karena tempatnya yang sangat curam dan terjal juga airnya langsung jatuh ke sungai yang dalam.
  • Ini air terjun yang terlihat dekat, berada disebrang sungai















Kami cuma sebentar melihat air terjunnya dan photo-photo lalu kembali ke posko dan membaca data-data tentang orang utan dan Taman Nasional Gunung Leuser. Kemudian kami bersama petugas pemandu wisata dan bersama wisatawan lainya segera naik gunung. Perjalan cukup sulit karena memang yang dilewati adalah hutan yang masih alami. Jalan kecil dan terjal juga licin karena habis hujan, juga jurang disamping jalan menjadi tantangan. Baru 10 menit mendaki, Mamak ku sudah mulai kelelahan ditambah lagi jalan yang semakin mendaki dan menanjak tajam dengan bebatuan yang tidak beraturan dan licin. Membuat Mamak ku semakin ragu, aku juga takut Mamak ku jatuh apalgi tubuh Mamak ku kan gemuk, jadi gampang lelah dan ga bakalan sanggup naik gunung. Karena itu Mamak ku dan sepupu yang juga membawa anaknya yang masih bayi, kembali ke posko. Aku mengantar Mamakku karena kalau Mamak ku jalan sendiri, aku takut nanti Mamak ku jatuh makanya harus aku tuntun.

Setelah Mamak ku dan sepupu ku sampai ke posko, aku kembali mendaki. Bapak ku dan saudara ku yang lain juga petugas pemandu dan wisatawan lainnya sudah agak jauh. Aku harus buru-buru dan ditempat yang agak rata aku sedikit berlari. Karena semakin ke atas banyak daerah yang rata dan tdak ada jurang juga ada jalan yang memang dibuat untuk para wisatawan. Walaupun tidak terlalu banyak jalan yang rata karena selanjutnya kembali bertemu dengan tanjakan, jalan licin yang sempit dan bebatuan juga jurang. Dan kaki mulai pegal dan betis teras keram dan berat. Maklum jarang olah raga.

Setelah kurang lebih setengah jam jam kami berjalan melewati hutan yang cukup lebat, akhirnya kami sampai juga dilokasi tempat memberi makan orang utan. Ditempat itu dipasang beroti/papan untuk tempat petugas dan orang utan duduk saat diberi makan.
Kami penasaran ingin melihta orang utan secara langsung dan dari dekat. Tapi orang utan yang dinanti-nanti tak datang-datang. Petugas memanggil dengan suara khas yang mirip suara monyet tapi terdengar deperti jeritan suara "ooooouuuuuwwww" lalu petugas memukul-mukul pohon besar dengan kayu, katanya itu tanda orang utan mau dikasi makan. Saat mendengar suara itu orang utan pasti datang. Sudah beberapa menit petugas melakukan ritual pemanggilan orang utan, tapi si orang utan tak datang-datang juga. Sebagian pengnjung mulai resah dan ada yang mengira petugasnya bogong. Kami juga resah, takut orang utannya ga datang. Karena hutan begitu luas, bisa aja orang utannnya udah sampai dimana-mana. Walaupun kata petugasnya, orang utan itu memang tinggal didekat sini dan membuat sarang disekitar sini. Tapi kami tetap resah karena orang utan tak kunjung datang.

Dan setelah hampir 10 menit, akhirnya mulai kelihatan batang hidung di orang utan, haha, padahal yang terlihat bulunya yang berwarna coklat agak dari kejauhan, hehe. Dan semua wisatawan bersorak senang termasuk kami.
Orang utan turun dengan perlahan, sedikit malu-malu karena banyak fans yang menantinya, haha. Kata petugas, kami tidak boleh berisik karena orang utannya ga mau turun kalau berisik dan bahkan bisa marah.
Orang utan semakin turun dan mendekat. Dan wisatawan semakin mendekat ke dekat tempat pemberian makan yang dibatasi pagar bambu. Aku juga semakin mendekat dan beraksi menjadi photographer, haha. Dan Semua wisatawan lain juga mengeluarkan kameranya, mulai dari kamera handphone, tablet, kamera poket sampai kamera DSLR. Semuanya ga mau ketinggalan untuk mengabadikan si orang utan yang seperti artis saja, haha.
Bapak ku mewanti-wanti agar aku jangan terlalu dekat, katanya nanti kalau orang utannya marah aku bakal digigit. Waduh udah kayak anak kecil aja aku ya (Maklum lah anak manja, anak mami papi, hihi).

Tapi ada hal lucu juga sedikit memalukan untuk ku. Ternyata nama orang utannya adalah Juli, sama dengan nama ku. Waduh, aku malu banget. Apalagi Bapak ku dan sepupu ku juga ngeledikin aku. Untung saja orang lain ga tau nama ku (ya jelas ga tau lah, secara ga saling kenal, haha). Dan lucunya, awalnya Bapak ku sedikit keheranan dan bertanya pada ku kenapa banyak yang tau nama ku dan manggil nama ku, lalu aku jelaskan yang dipanggil itu orang utan bukan aku, karena nama kami sama. Eh, Bapak ku malah jadi negeledekin.

Si orang utan diberi pisang sama petugas, satu sisir pisang. Lalu memberikan satu pisang ke tangan anak orang utan yang umurnya sekitar 2 tahun, masih digendong walau sebenarnya udah bisa jalan sendiri tapi lambat. Dan petugas harus menyembunyikan pisang lainnya didalam tas dan tasnya juga disembunyikan. Karena kalau pisangnya abis, orang utannya minta lagi dan bakal meriksa kedalam tas petugas. Padahal pisangnya mau dibagikan ke orang utan lainnya.
Orang utannya mau nambah lagi karena pisangnya udah abis. Di ingin menarik tas petugas yang ternyata kelihatan, petugas menarik tasnya. Orang utan masih penasaran dengan pisangnya. Kemudian petugas menjahili orang utan, mereka memberikan kulit pisang dan ternyata orang utanny tau dia dibohongi. Kulit pisangnya dicampakkan dengan kesal.

Kemudian orang utan itu diberi pisang lagi dan kemudian dia membawa pisang itu pergi ke atas pohon, kembali ke sarang. Hanya sekitar 10 menit orang utannya berada dibawah. Tapi kami sudah cukup senang walau belum puas. Tapi kami bisa melihat dan memoto dan merekam orang utannya yang sedang memanjat dan berayun-ayun didahan pohon seperti main ayunan. Dan sesekali anaknya dilepas dan berjalan sendiri didahan kayu.

Dan tak lama kemudian datang lagi seekor orang utan yang lebih besar dan namanya Ratna, seperti nama kakak ku (satu keluarga nama kami diborong, hehe). Orang utan yang satu ini lebih besar dan lebih tua namun sangat gesit. Dia juga punya anak dan anaknya lebih besar sekitar 4-5 tahun. Tapi anaknya ga ikut turun hanya menunggu diatas dahan, mungkin dia malu atau takut dengan kehadiran orang kota, haha.
Tapi sayang, hanya beberapa menit kami melihat dan memotret ratna, kami pun harus pulang karena hari mulai gelap, gelap sore hari dan gelap karena cuaca yang mendung. Kami pun kembali pulang.

Perjalanan pulang terasa lebih enak, karena jalan yang terus menurun. Namun harus tetap hati-hati karena jalan yang licin. Dan tak terasa hanya 15 menit kami sudah sampai ke posko. 15 menit lebih cepat dari pada saat pergi tadi yang memakan waktu 30 menit.

  • Orang Utan yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul juga
















  • Turun gunung melewati hutan yang lebat dan jalan yang licin juga basah



  • Mata air yang muncul dari bawah tanah


Sesampainya dibawah/diposko, kami pun berphoto lagi sebelum pulang. Mamak dan sepupu ku sudah menunggu diposko. Kemudian kami pun kembali menyebrangi sungai dengan perahu karet. Sesampainya disebrang kami kembali berbelanja souvenir dan oleh-oleh. Juga minum teh manis panas dan gorengan diwarung. Dan kemudian kembali pulang sekitar pukul enam sore dan sampai dirumah jam 10 lewat.
Rasanya menyenangkan sekali liburan kali ini. Dan bagi teman-teman yang belum pernah ke wisata Bukit Lawang, kalian harus coba. Apalagi bagi yang suka wisata alam dan suka mandi-mandi disungai, Bukit Lawang sangat cocok sekali dan bisa dibilang cukup terjangkau secara ekonomi.

  • Pose lagi sebelum pulang










  • Banyak monyet berkeliaran tapi ga ganggu wisatawan








Tidak ada komentar:

Posting Komentar